Selasa, 30 April 2013

Sakit adalah sang tamu penggugur dosa


Semua orang pasti pernah kedatangan tamu yang bernama sakit, kedatangannya secara tiba-tiba seperti tamu yang datang tak diundang. Namun semua penyakit pastilah ada penawarnya/obatnya.


Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ
“ Semua penyakit ada obatnya. Jika sesuai antara penyakit dan obatnya, maka akan sembuh dengan izin Allah” (HR Muslim 2204)
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80). Maksudnya,  Allah semata yang memberikan kesembuhan, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam memberikan kesembuhan. Oleh karena itu wajib bagi hamba memiliki keyakinan yang mantap bahwasanya tidak ada yang mampu menyembuhkan kecuali Allah.

Selain itu seorang mukmin haruslah merasa ridho atas segala penyakit yang di deritanya dan juga haruslah berprasangka baik kepada Allah atas ketetapanNya, dan seharusnya harus lebih berintrospeksi/bermuhasabah diri atas musibah/penyakit yang dideritanya, karena semua musibah/penyakit itu datang karena perbuatan kita sendiri, sebagaimana firman Allah swt;
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).
Sesungguhnya dibalik semua musibah/penyakit ada sebuah hikmah atasnya, karena setiap penyakit yang diderita oleh seseorang hanyalah untuk kabaikan dirinya sendiri. Seperti seseorang yang menaiki sebuah pohon yang tinggi ketika ia ingin meraih sebutir buah yang berada diatasnya, pastilah ia merasa susah, berat, lelah, dan juga luka-luka ditangan dan kakinya, karena tingginya pohon yang dinaikinya. namun setelah mendapatkan buah itu ia dapat merasakannya, menikmatinya, dan juga memanfaatkannya untuk kebutuhannya sehari-hari. Begitulah ketika seseorang ditimpa penyakit, sesungguhnya ia akan mendapatkan buah manfaat dari sakit yang dideritanya. 
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku pernah masuk ketempat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau tengah menderita sakit panas, lalu aku bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau benar-benar menderita sakit panas yang sangat tinggi.” Beliau menjawab:
“Benar,  sesungguhnya aku menderita sakit panas seperti yang dirasakan oleh dua orang ( dilipatkan dua kali)  diantara kalian.” Ibnu Mas’ud bertanya lagi: Itu berarti engkau mendapatkan dua pahala ? Beliau menjawab : “Benar, seperti itulah kiranya.


مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ لَهُ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

“Tidaklah seorang muslim tertimpa oleh suatu yang tak menyenangkan, sakit atau yang lainnya, melainkan Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Dan dosanya akan berguguran sebagaimana pohon 
menggugurkan daunnya.” (Muttafaq ‘alaih)


اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِه وأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
 “ Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain”  (HR Bukhari 535 dan Muslim 2191).


Jumat, 26 April 2013

Amarah api yang harus dipadamkan



الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ 
الْمُحْسِنِينَ
(Yaitu) orang-orang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. 3:134)

Rasulullah saw. juga bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah seorang di antara kalian sedang marah dalam keadaan berdiri, hendaklah dia duduk jika kemarahan itu dapat hilang. Apabila (kemarahan) itu tidak hilang, hendaklah dia berbaring (HR Abu Dawud dari Abu Dzar)”.

امارة (amarah)  Secara bahasa amarah artinya yang banyak menyuruh
Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan yang terjadi saat darah yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan kepuasan di dalam dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. dia mengakibatkan berbagai bencana dan malapetaka yang tak seorangpun mengetahuinya melainkan Allah Subhanhu Wa Ta’ala.

Sifat api adalah panas sesuatu yang panas pastilah membawa ketidaknyamanan bagi siapa saja, sesuatu yang panas  dapat merubah segalanya menjadi terbakar. 

Begitulah amarah ketika ia dibiarkan maka akan terbakarlah dirinya atasnya, yang maksudnya jika itu dibiarkan maka ia akan melakukan apa saja diluar batas kesadarannya. Seperti cuaca yang panas dapat membakar ladang hutan yang berhektar-hektar luasnya, atau mesin mobil yang panas jika dibiarkan maka akan terbakarlah ia.

Amarah sesuai dengan sifat api dan api adalah sesuatu zat yang dengannya Allah menciptakan Iblis laknatullah 'alaih. Dan sifat api dapat dipadamkan hanya dengan air, yang dengannya sesuatu yang terbakar pastilah padam jika disiram dengan air. hal ini sesuai sesuai dengan hadits Nabi saw:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا 
غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari setan dan sesungguhnya setan itu diciptakan dari api, sementara api bisa dipadamkan oleh air. Karena itu, jika salah seorang di antara kalian sedang marah, hendaklah dia berwudhu (HR Abu Dawud dari Athiyah)”.

Jangan biarkan api amarah membakar mu!!

wallahu,alam


Selasa, 23 April 2013

Istiqomah obat ketenangan jiwa seorang mukmin


Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا 
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)




Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».


“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, "selain engkau"]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.”[HR. Muslim)

Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”

Arti Istiqomah :
Kata ‘Istiqomah’ secara bahasa berarti tegak dan lurus. Sedangkan secara istilah, para salafus shalih memberikan beberapa definisi, Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus.

Sesuatu yang tegak dan lurus adalah suatu yang bersifat kokoh seperti sebuah batang pohon, ia tidak pernah bergeser karena akarnya yang kuat munghujam kedalam bumi. 

Sebuah batang pohon yang tegak dan lurus ia tidak akan mudah dipatahkan atau dirobohkan oleh sebuah angin karena akar nya menopangnya untuk dapat bertahan dari angin.

Akar nya inilah diibaratkan sebuah aqidah yang dimiliki oleh seorang mukmin, dan iapun selalu berpegang teguh atasnya, mengikatnya, bahkat menggigitnya kuat-kuat agar tidak mudah digoyahkan oleh hawa nafsu dan musuh yang selalu ingin merobohkannya.

kemudian dengan kekuatan akar aqidahnya ini ia terus tumbuh  besar dan kokoh dan pada akhirnya memberikan manfaat/kenyamanan atas orang lain dengan dahan kebaikannya yang rimbun dan juga dengan buah keimanannya yang dapat dinikmati oleh orang banyak.

Begitulah istiqomah di ibaratkan sebuah pohon yang selalu berdiri tegak yang dengannya mampu memberikan kenyamanan kepadanya karena dengannya tidak perlu takut karena tertimpa atau bergeser dari tempatnya karena akarnya yg kuat.

 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14)

inilah ketenangan jiwa yang dimiliki seorang mukmin.

Wallahu'alam...

Senin, 22 April 2013

kelapangan itu datang setelah kesempitan



 
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ ﴿۱﴾ وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ ﴿۲﴾ الَّذِيْ أَنْقَضَ ظَهْرَكَ ﴿٣﴾ وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ ﴿٤﴾
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٦﴾ فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ ﴿٧﴾ وَإِلىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ ﴿٨﴾
1.       Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
2.      Dan  kami telah menghilangkan darimu bebanmu?
3.       Yang telah memberatkan punggungmu?
4.       Dan  Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu?
5.      Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
6.      Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
7.      Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah   dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
8.      Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

      Surat ini diturunkan untuk menenangkan Rosulullah saw dalam mengemban risalah dakwahnya,suatu risalah yang tiada henti, penuh dahaga, penuh rintangan harta dan darah. Dan juga meninggikan nama rosulullah saw dengan disandingkan namanya dengan nama Allah swt, seperti dalam kalimat syahadatain. yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk menenangkan hati Rosulullah saw. 

      Karena didalam menegakkakan agama Allah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, dengan berduduk-duduk santai dirumah, dengan berdiam diri saja sambil melihat dan memberikan komentar. Namun semua itu diperoleh dengan tenaga, bergerak, berjalan, bahkan berlari. Dan atas kesemuanya itu menimbulkan keletihan, ketakutan, kesempitan, kesusahan, suatu pengorbanan yang besar, sesuatu yang besar pastilah setiap orang merasa berat memikulnya, seperti orang yang memikul benda yang besar, pastilah orang tersebut merasa letih atasnya.

      Namun kesemuanya itu dibalas dengan suatu janji dari Allah dengan kemudahan, kelancaran, kelapangan, bahkan kenikmatan setelah melaluinya.
          "Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan".

        Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasaan, dia berkata: “Nabi saw. Pernah  keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya bersabda: “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan.”
        
        Kemudian setelah kita telah mendapatkan kemudahan, kelancaran, kelapangan, dan kenikmatan setelahnya, maka kita mempersiapkan kembali, mengumpulkan kembali tenaga dan perbekalan kita untuk menjalankan perjalanan pekerjaan selanjutnya. karena risalah ini dibangun tidak selesai dalam waktu singkat namun terus berlanjut sampai Allah menetapkan akhir waktu dengan ketetapannya.

        Dan dari Ibnu Mas’ud: “Jika engkau telah selesai menunaikan berbagai kewajiban, maka bersungguh-sungguhlah untuk melakukan Qiyamul lain. 
        Dan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud: fangshab. Wa ilaa rabbika farghab (“dan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap.”) setelah selesai dari shalat yang engkau kerjakan sedang engkau masih dalam keadaan duduk. 
        ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Jika engkau telah selesai, maka bersungguh-sunguhlah, yakni berdoa. 

        wallaaHu a’lam.

Kamis, 18 April 2013

Doa adalah kekuatan bagi para pencari keadilan


Menurut bahasa doa berasal dari Bahasa Arab الدعاء yang merupakan bentuk masdar dari mufradداعى yang memiliki bermacam-macam arti. Dalam kamus Bahasa Arab di bawah judul huruf د, ع, وdisebutkan sebagai berikut:
1. داعى, يدعو, دعوة artinya menyeru, memanggil.
2. داعي, يدعو, دعاء artinya memanggil, mendoa, memohon, meminta.
3. Dalam bentuk jama’nya ادعية artinya doa, permohonan, permintaan.
Dan الدعاء adalah bentuk masdarnya, yang pada umumnya diartikan sebagai suatu keinginan yang besar kepada Allah SWT dan pujian kepadaNya.
Sedangkan menurut istilah / syariat, doa adalah memohon atau meminta sesuatu kepada Allah SWT dengan merendahkan diri dan tunduk kepadaNya.
Allah Azza wa Jalla berfirman;
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ‌ۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ‌ۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِى وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِى لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah : 186).

Asbabunnuzul dari ayat ini (S. 2: 186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: "Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman "Ud'uni astajib lakum" yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya) (S. 40. 60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?" Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (S. 2: 186) 
(Diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir yang bersumber dari Ali.)

Menurut riwayat lain, setelah turun ayat "Waqala rabbukum ud'uni astajib lakum" yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya (S. 40: 60), para shahabat tidak mengetahui bilamana yang tepat untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini (S. 2: 186) 
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Atha bin abi Rabah.)


Sungguh Maha halus dan kasihnya Allah kepada hamba-hambanya yang beriman yang memohon kepadaNya. Ketika hamba-hambanya yang beriman menanyakan kapan datang pertolongan Allah kepadanya, maka Allah menjawabnya dengan kalimat "sungguh aku dekat" yang bermakna pasti aku akan mengabulkan doa-doa kalian. karena sesuatu yang dekat lebih memberikan kenyamanan dibandingkan sesuatu yang jauh. Seperti pebandingan jarak dekat dengan jarak jauh, tetangga dekat dengan tetangga jauh, saudara dekat dengan saudara jauh dst.
Al-Hafizh Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya, Allah tidak akan menolak permintaan orang yang berdoa, dan tidak ada sesuatu pun yang menyibukkan Dia dari memperhatikan doa hamba-Nya, bahkan Dia Maha Mendengar doa. Di sini ada penekanan, dorongan dan anjuran untuk berdoa, karena doa itu tidaklah disia-siakan di sisi Allah. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/284)
itulah kekuatan doa, ia dapat menjadi senjata bagi orang-orang yang beriman. dan sekaligus  menjadi penenang baginya, yang memberikan kesegaran atas dahaganya, kelapangan atas kesempitannya, keberadaan atas kekosongannya, dan jawaban atas persoalan-persoalan yang akan dihadapinya, yang sedang dihadapinya serta setelah menghadapinya. 
Wallahu'alam bishowab..



Selasa, 16 April 2013

Qona'ah warisan akhlaq Nabi saw


Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya”(Hr. Muslim).

Sungguh beruntung seseorang yang mempunyai sifat qona'ah, hatinya selalu di hiasi dengan rasa syukur dan berkecukupan atas rezeki yang terimanya, hatinya selamat dari sifat hasad kepada orang lain. 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Lihatlah kepada siapa yang lebih rendah dari kalian, jangan melihat kepada siapa yang lebih tinggi dari kalian; karena itu akan menjadikan kalian tidak menyepelekan nikmat Allah.” (HR.Bukhori)

Sikap qona'ah juga melahirkan sifat zuhud terhadap dunia atas perbuatannya ini pula menjadi timbulnya rasa kasih sayang sesorang ketika bergaul dengannya, dan juga meraih cinta Allah Azza wa Jalla.
 
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ
Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…Ridhahlah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan)”HR at-Tirmidzi dan Ahmad, dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.

inilah orang kaya sesungguhnya, pakaian yang dipakainya hanyalah ketaqwaan kepada Allah dan dengan pakaiannya itu ia mampu menutupi kekurangannya atas orang lain. Karena pakaian melambangkan perhiasan, penutup aurat, penghangat dan juga sebagai pelindung dari panas dan dinginnya cuaca.

Allah swt berfirman dala surat Al a'rof 26-27:

يَـٰبَنِىۤ آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَـٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
يَـٰبَنِىۤ ءَادَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ ٱلشَّيْطَـٰنُ كَمَآ أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ ٱلْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَٰتِهِمَآ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا ٱلشَّيَـٰطِينَ أَوْلِيَآءَ لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ

"Hai anak Adam[umat manusia], sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa[selalu bertakwa kepada Allah] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. "
.
Wallahu'alam

Sabtu, 13 April 2013

Kedengkian penghapus pahala kebaikan

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (Qs. Albaqoroh ;109)

"Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. AL-BAQARAH; 109)

Perhatikan juga sabda Rasulullah SAW yang lainnya, Rasulullah SAW. Bersabda: “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (Abu Daud).


Kedengkian menurut bahasa: حَسَدَ يَحْسِدُ وَيَحْسُدُ adalah kedengkian, iri hati
secara istilah hasad adalah كراهة النعمة وحب زوالها عن المنعم عليه membenci nikmat dan menginginkan nikmat tersebut hilang.



Dengki (hasad), kata Imam Al-Ghazali, adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan kenikmatan itu.

Sungguh merugilah orang yang didalam hatinya mempunyai sifat dengki, secara tidak sadar orang yang dengki itu menghapus pahala-pahala amal kebaikannya sendiri sedikit demi sedikit.

Seperti halnya seseorang yang memenuhi air ke dalam sebuah wadah yang bocor yang akan digunakannya untuk keperluan sehari-hari, kemudian ia membawa wadah tersebut pulang kerumahnya dalam jarak yang jauh, namun sesampainya dirumah ia tidak menemukan air didalam wadahnya karena habis terjatuh di sepanjang perjalanannya menuju pulang.

Itulah gambaran amalan seorang pedengki ia kelak tidak akan merasakan nikmat dari pahala kebaikannya atas kedengkiannya kepada orang lain. 

Jangan sampai atas kedengkiannya itu menjadikannya seorang yang bangkrut, seperti Hadits yang diriwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu , ia berkata :
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: "Tahukah kalian siapakah yang dinamakan Muflis (Orang yang bangkrut) ? . Orang-orang menjawab : Orang yang bangkrut menurut pendapat kami ialah orang yang tiada mempunyai dirham (uang) dan tiada pula mempunyai harta benda. Nabi bersabda: Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku, datang pada hari kiamat dengan membawa (amal) shalat, puasa, dan zakat. Dia datang sedang dahulu pernah mencaci maki orang , menuduh (mencemarkan nama baik) orang , memakan harta orang , menumpahkan darah orang  dan memukul orang . Maka kepada orang tempat dia bersalah itu diberikan pahala amal baiknya dan kepada orang yang lain lagi diberikan pula amal baiknya. Apabila amal baiknya telah habis sebelum hutangnya lunas Maka diambillah kesalahan mereka lalu dilemparkan kepadanya. Sesudah itu dia dilemparkan ke dalam neraka". (HR. Muslim)
Wallahu'alam wasta'an 

Rabu, 10 April 2013

Amanah lahir dari konsistensi amal

وَ الَّذينَ هُمْ لِأَماناتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ راعُونَ
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya," (QS Al-Mu'minuun [23]: 8)

Rasulullah saw bersabda dalam hadits nya;
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban. Seorang imam (kepala negara/pejabat) adalah pemimpin dan dia akan diminta pertanggungjawaban. Seorang suami adalah pemimpin atas keluarganya dan akan diminta pertanggungjawaban. Seorang isteri adalah pemimpin yang mengurus rumah suaminya dan dia akan diminta pertanggungjawaban. Seorang hamba sahaya (juga) pemimpin atas harta majikannya dan dia akan diminta pertanggungjawaban. Ingatlah, sesungguhnya setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban," (HR Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 4828 dengan sedikit ada perbedaan pada versi lafazhnya).

Kata amanah dalam bahasa Arab berasal dari amina ya'manu amaanan wa amaanah yang berari ithmi'nan (tenang) dan tidak takut. Karena amanah itu menunjukkan tsiqah (kepercayaan) dan tsiqah itu merupakan ketenangan.Jadi orang yang amanah, yaitu orang yang dipercaya dan tenang, serta tidak pernah khawatir dan takut.

Amanah dapat dilihat dari konsistensi amal seseorang (istiqomah) yang di bebankan kepadanya, Cukuplah seseorang itu dikatakan amanah jika ia mampu membuat ketenangan kepada orang lain dan kepada dirinya sendiri. Buah dari amanah yaitu rasa aman yang dapat dirasakan bahkan dinikmati oleh orang yang memperolehnya, dan rasa aman yang dirasakannya sendiri atas tuntasnya pekerjaan yang telah di kerjakannya.

Seperti seorang suami yang memberikan kewajibannya kepada istrinya, seorang ibu yang memberikan pengajaran kepada anak-anaknya, seorang guru yang memberikan pendidikan kepada murid-muridnya seorang pemimpin yang memberikan pelayanan kepada rakyatnya, mereka yang mampu menjalankan amanah itu dapat memberikan rasa aman dan ketenangan kepada orang lain dan dirinya sendiri.

Seperti halnya seekor lebah yang menghasilkan madunya, seekor kerang yang menghasilkan mutiaranya, sebuah tunas yang menghasilkan buahnya,semuanya itu dihasilkan dari amaliah yang dilakukan terus menerus/konsistensi/istiqomah untuk mendapatkan hasil yang sangat bermanfaat bagi orang lain bahkan dirinya sendiri. Merekalah yang dikatakan Nabi saw dalam haditsnya;
"sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain" (HR. Muslim).
Wallahu'alam bisshowab.